Kamis, 26 Maret 2009

hiv aids

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Dengan ditemukannya mikroskop, para ilmuan menggunakanya sebagai alat utama dalam berbagai macam percobaan dan penelitian, hingga diketahui bahwa sebenarnya di dunia ini selain manusia, terdapat pula makhluk-makhluk kecil yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata.
Makhluk-makhluk tersebut terdapat dalam udara maupun benda-benda yang bersinggungan dengan manusia, sehingga tanpa disadari makhluk-makhluk tersebut masuk kedalam tubuh manusia yang menyebabkan terganggunya system pertahanan tubuh.
Meskipun keberadaan makhluk kecil tersebut telah ditemukan dua setengah abad lalu namun keseluruhan informasi mengenai makhluk-makhluk kecil tersebut belumlah terungkap secara penuh. Makhluk-makhluk kecil yang menggangu sistem pertahanan tubuh manusia, disebut dengan islilah virus. Salah satu virus yang telah populer dan sangat membahayakn kehidupan manusia adalah virus HIV AIDS, namun informasi mengenai apakah sebenarnya cara kerja dan akibatnya terhadap manusia belumlah sepopuler namanya. Oleh karena itu, penulis meutuskan untuk membahas tentang HIV AIDS.

B. Tujuan Pembahasan Masalah.

Minimya informasi mengenai HIV AIDS yang beredar ditengah-tengah pelajar sekolah menengah pertama maupun dalam masyarakat kita, mengantarkan penulis untuk menggali lebih jauh lagi mengenai hal-hal yang perlu kita ketahui tentang HIV AIDS, mengenai bagaimana penularan, perkembangan, dan penaggulangan virus HIV AIDS.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.Pengertian virus HIV AIDS
Human immnocleficiensy virus (HIV/virus yang menjangkit kekebalan tubuh manusia) adalah virus yang dapat menyebabkan acquired immunodeficienty syndrome (AIDS,suatu kondisi dimana kekebalan tubuh manusia mulai tidak bias melakukan tugasnya dalam mencegah infeksi yang membahayakan tubuh). Nama sebelumnya adalah humman T-lymphotropic virus-III (HTLV-III), lymphaoleno pathy-associated virus (LAV), atau AIDS-associated retro virus (ARV).
HIV atau humman immnodeficientie virus yang juga dapat dikatakan AIDS atau aquired immuno-defiency syndrome.

B.Daerah yang Diserang HIV
Virus yang menimbulkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada tubuh manusia dengan menyebabkan runtuhnya sistim pertaahanan. Keadaan ini membuat manusia sangat mudah diserang segala jenis penyakit, yang akhirnya menyebabkan berbagai kondisi fatal. Salah satu fakta terpenting mengenai virus HIV adalah bahwa ia hanya memasuki sebagian, tidak seluruh, sel tubuh manusia. Target utamanya adalah sel T penolong, yang merupakan elemen yang paling efektif pada sistem pertahanan. (Harun yahya,2002)










BAB III
SIKLUS, PENULARAN DAN PENANGGULANGAN AIDS


A. Siklus Kehidupan HIV Sebelum Menjadi AIDS.
Masa inkubasi virus HIV/AIDS 1 sampai dengan 10 tahun selama masa tengah berjalan. Pasien tidak merasakan gejala-gejala extream yang menunjukkan tekanan virus HIV.
Antistofean HIV yang ada dalam tubuh pasien bekerja keras melawan virus HIV selama jangka bertahun-tahun.
Cara kerja Antisofien HIV tergantung dari kuat tidaknya kesehatan pasien. Dari tahun ke tahun virus ini akan mengrogoti daya tahan tubuh penderita HIV/AIDS, sampai pada dimana daya tahan tubuh manusia menjadi lemah, maka virus ini akan menyebar ke seluruh jaringan sel darah merah.
Oleh karena itu jarang penderita HIV/AIDS bertahan sampai memasuki tahun kedua atau ketiga dalam kehidupannya.
Dalam arti kata, tahun berikutnya sesuai dengan menurunnya daya tahan tubuh, maka penderita HIV AIDS akan mati.
B. Dampak Penyerangan HIV Terhadap Sistem pertahanan.
1.Kelelahan yang amat sangat.
2.Berkurangnya berat badan.
3.Terserang demam tinggi sampai lebih dari 38 C.
4.Berkeringat berlebihan pada malam hari.
5.Sering buang air besar atau diare.
6.Membengkaknya kelenjar di leher, ketiak, dan kelenjar di selangkangan paha bagian dalam.
7.Jamur putih yang tumbuh di sekitar mulut, tenggorokan, vagina atau kemaluan wanita.
8.Penyakit kulit seperti: Eksim yang tidak sembuh-sembuh, kulit yang bersisik dan kering.
9.Timbulnya kulit pada bagian dalam vagina dan juga di sekitar dubur atau anus.
10.Infeksi gusi yang ekstrim.
11.Pada wanita, berkali-kali infeksi menyerang bagian vagina.
12.Bercak-bercak merah seperti campak di seluruh tubuh.
13.Sakitnya otot-otot atau sepier.



























BAB IV
PENULARAN DAN PENGOBATAN


A. Cara Penularan Virus HIV
Virus ini merupakan virus yang dapat ditularkan ke orang lain. Penularan HIV ini dapat ditularkan melalui berbagai cara, diantaranya;
1.Sperma
2.Pencemaran jarum suntikan yang dipakai berganti-ganti oleh pecandu narkoba.
3.Jarum infus atau transfusi darah yang tidak steril.
4.Transfusi darah yang tercemar virus.
5.Air kental yang keluar melalui vagina setelah sex.
6.Air yang membasahi.
7.Terciprat darah orang lain yang mengandung virus.
8.Hubungan anal sex, dimana salah satu pihak mengandung virus.
9.Orale sex dimana salah satu pihak mengandung virus.
10.Air susu ibu yang seropositif.
11.Bayi yang terjangkit virus seropositif. Dari ibunya.
12.Darah yang terciprat atau menyembur pada waktu melahirkan.
13.Hembusan pernafas yang dilakukan antara mulut dengan mulut pada waktu menolong kecelakaan.

B.Cara Penanggulangannya
Di saat penyebaran virus HIV/AIDS yang sangat mematikan sudah menyebar ke berbagai pelosok Negara, Kota bahkan Desa, namun sampai saat ini pun belum ditenukan obat yang benar-benar menyembuhkan penyakit yang menyerang sistim kekebalan tubuh manusia tersebut.
Obat-obatan yang ada sekarang sifatnya hanya memper lambat proses penyebaran di dalam tubuh si penderita, namun sama sekali tidak menyembuhkan secara tuntas. Disamping kelemahan tersebut, harganya yang relatf mahal, sulit untuk dijumpai, dan mempiunyai tingkat kegagalan yang tinggi dalam proses menahan proses penyebaran virus tersebut. Adalah sebuah perusahaan bernama johnson dan johnson divisi tibotec yang berhasil obat bernama prezista atau sering di sebut juga darunavir yang memberikan titik terjang atau harapan bagi para penderita HIV/AIDS akut.
Obat prezista ini memberikan harapan baru bagi para penderita selama ini minimum obat penghambat virus HIV/AIDS namun tidak mempunyai kemampuan yang berarti. Prezsita sendiri telah mendapat persetujuan dari badan obat-obatan dan makanan Amerika (U.S foot and drug). Penelitian atas obat tersebut membuktikan bahwa 45% penderita HIV/AIDS yang mengkonsumsi prezista selama 11 bulan mengalami penurunan jumblah virus di dalam tubuh mereka bahkan sampai pada tahap terinfeksi HIV. Bandingkan dengan obat lain dengan jangka waktu konsumsi yang sama halnya berhasil (menurunkan kosentrasi) virus HIV/AIDS halnya 10% dari sejumblah orang yang mengkonsumsinya.
Memang obat tersebut belum sampai pada tahap menyembukan virus HIV/AIDS sama sekali, namun setidaknya hal ini memberikan harapan di masa depan, bahwa suatu saat nanti obat yang benar-benar menyembuhkan penyakit tersebut dapat segerah di temukan. Untuk info lebih lanjut anda dapat mencari sumber-sumber lain di perpustakaan atau di internet dll.
(Penulis pernah menyaksikan acara di Trans 7 tentang seorang kiai yang dapat menyembuhkan virus HIV/AIDS hanya menggunakan air putih yang suda di beri do’a-do’a).



Bab I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.……………………………………………………………………2
B.Tujuan……………………………………………………………………………..3

Bab II. KAJIAN PUSTAKA
A.Pengertian HIV Dan AIDS……………………………………………………….5
B.Sistem Pertahanan Tubuh………………………………………………………...6

Bab III. SIKLUS, PENULARAN DAN PENANGGULANGAN AIDS
A.Srklus Kehidupan HIV Sebelum Mnjadi AIDS………………………………….7
B.Dampak Penyerangan HIV Terhadap “Sistem Prtahanan Tubuh”………………8

Bab IV. METODE PENGOBATAN
A.Cara Penanggulangan Dan Dampaknya…………………………………………9
B.Pananggulangannya……………………………………………………………10

Senin, 23 Maret 2009

HIV AIDS

AIDS,Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Pita Merah terlipat sebagai simbol solidaritas untuk orang yang positif terinfeksi virus HIV dan AIDS.
Pita Merah terlipat sebagai simbol solidaritas untuk orang yang positif terinfeksi virus HIV dan AIDS.

AIDS adalah sindrom kumpulan berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari kerusakan spesifik sistem kekebalan tubuh karena infeksi virus HIV pada manusia,[1] dan virus yang mirip pada spesies lain (SIV, FIV, dan lain-lain).

AIDS merupakan akronim dalam bahasa Inggris dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome ('sindrom defisiensi imun dapatan'). Nama virusnya sendiri, yaitu HIV, merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ('virus defisiensi imun manusia' atau 'virus penurun kekebalan manusia').

Kondisi akhir pada orang yang terkena penyakit ini membuat seseorang rentan terhadap infeksi oportunistik dan tumor. Walaupun sudah ada penanganan untuk AIDS dan HIV dengan memperlambat laju perkembangan virus, penyakit ini belum bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya ditransmisikan melalui kontak langsung antara membran mukosa atau aliran darah dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Transmisi ini dapat terjadi melalui hubungan seksual (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, pertukaran HIV antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui, serta kontak lain dengan salah satu cairan tubuh tersebut.

Kebanyakan ilmuwan meyakini bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara selama abad ke-20;[4] kini penyakit pandemik AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.[5]

Pada Januari 2006, UNAIDS sebagai badan PBB yang menangani penanggulangan penyakit AIDS dan HIV (Joint United Nations Programme on HIV/AIDS) bekerjasama dengan WHO (World Health Organization), badan PBB untuk kesehatan dunia, memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Oleh karena itu, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah.

Pada tahun 2005 saja, AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa; lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan persediaan sumber daya manusia di sana.

Perawatan antiretroviral mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas infeksi HIV, tetapi akses terhadap pengobatan antiretroviral tidak tersedia di semua negara.[6]

Stigma sosial yang disebabkan oleh HIV/AIDS lebih berat dibandingkan stigma sosial akibat kondisi yang disebabkan penyakit lainnya yang sama-sama dapat mengakibatkan kematian. Stigma sosial ini bahkan memiliki akibat yang luas, di luar akibat langsung yang disebabkan oleh penyakit tersebut. Bahkan, stigma ini juga ikut menimpa petugas kesehatan dan sukarelawan yang terlibat merawat orang yang hidup dengan HIV.

Penularan oleh HIV
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.

AIDS merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ vital sistem kekebalan manusia seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV secara langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4+, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh berfungsi baik. Jika HIV membunuh sel T CD4+ sampai terdapat kurang dari 200 sel T CD4+ per mikroliter (µL) darah, kekebalan selular hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV dilanjutkan dengan infeksi HIV laten klinis sampai terjadinya gejala infeksi HIV awal dan kemudian AIDS, yang diidentifikasi berdasarkan jumlah sel T CD4+ di dalam darah dan adanya infeksi tertentu.

Tanpa terapi antiretroviral, median lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan median waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.[7] Namun demikian, laju perkembangan klinis penyakit ini sangat bervariasi antarorang, dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhi laju perkembangan ini. Faktor yang ada termasuk kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV seperti fungsi kekebalan tubuh umum orang yang terinfeksi.[8][9] Orang yang lebih tua memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah, sehingga berisiko lebih tinggi mengalami perkembangan penyakit yang pesat daripada orang yang lebih muda. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[7][10][11] Genetika orang yang terinfeksi memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal terhadap beberapa galur HIV. Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida pada gen penyandi reseptor chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi sel T) yang kebal terhadap beberapa galur HIV.[12] HIV bervariasi secara genetik dan memiliki berbagai galur atau bentuk yang berbeda dan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda.[13][14][15] Penggunaan terapi antiretroviral yang sangat aktif dapat memperpanjang baik median waktu perkembangan AIDS maupun median waktu bertahan.

Diagnosis

Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, penentuan tahap klinis pasien bukan merupakan sasaran sistem-sistem tersebut karena keduanya tidak sensitif maupun spesifik. Di negara berkembang, digunakan sistem World Health Organization untuk infeksi HIV menggunakan data klinis dan laboratorium, sementara di negara maju, yang digunakan ialah sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HIV

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[16] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

* Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
* Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
* Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
* Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

Sistem klasifikasi CDC untuk infeksi HIV

Pada awalnya, CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini dan merujuk penyakit ini dengan yang berhubungan dengannya, contohnya limfadenopati (virus HIV pada mulanya dinamai berdasarkan nama penyakit ini).[17][18] Mereka juga menggunakan Sarkoma Kaposi dan Infeksi Oportunistik, nama yang dibuat pada tahun 1981.[19] Pada media massa, digunakan istilah GRID, yang merupakan singkatan dari Gay-Related Immune Deficiency.[20] Setelah menentukan bahwa AIDS tidak terisolasi terhadap komunitas homoseksual,[19] kata GRID menjadi menyesatkan dan AIDS diperkenalkan pada sebuah pertemuan pada bulan Juli tahun 1982.[21] Pada bulan September tahun 1982, CDC mulai menggunakan kata AIDS dan mendefinisikan penyakit ini.[22] Pada tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang positif HIV dengan sel T CD4+ berjumlah di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya.[23] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan baik definisi ini atau definisi CDC sebelum tahun 1993. Diagnosis AIDS tetap berlaku walaupun jika setelah perawatan, jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah atau penyakit tanda-tanda AIDS lainnya sembuh.

Tes HIV

Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[24] Kurang dari 1% populasi perkotaan yang aktif secara seksual di Afrika telah diuji HIV, dan angka ini lebih sedikit lagi pada populasi pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita hamil yang mendatangi fasilitas kesehatan umum di perkotaan diberi bimbingan, diuji atau menerima hasil tes mereka. Dan sekali lagi, angka ini bahkan lebih kecil lagi pada fasilitas kesehatan umum di pedesaan.[24] Oleh karena itu, darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIV-nya. Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, window period (periode antara infeksi dan perkembangan antibodi yang dapat dideteksi melawan infeksi) dapat bervariasi. Hal ini menjelaskan mengapa dapat membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk serokonversi dan tes positif. Ada pula tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA agar dapat mendeteksi infeksi HIV sebelum perkembangan antibodi yang dapat dideteksi. Metode-metode penetapan tersebut tidak secara spesifik disetujui untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

Gejala dan komplikasi
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4 pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang. jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4 pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang. jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma

Gejala AIDS merupakan hasil dari kondisi yang umumnya tidak akan terjadi pada individu dengan sistem kekebalan yang sehat. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, fungi dan parasit yang dalam keadaan normal bisa dikendalikan oleh elemen sistem kekebalan yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[25] HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, keringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, kelemahan, dan penurunan berat badan.[26][27] Setelah diagnosis AIDS dibuat, rata-rata lama waktu bertahan dengen terapi antiretroviral (2005) diperkirakan lebih dari 5 tahun,[28] tetapi karena perawatan baru terus berkembang dan karena HIV terus berevolusi melawan perawatan, perkiraan waktu bertahan kemungkinan akan terus berubah. Tanpa terapi antiretroviral, kematian umumnya terjadi dalam waktu setahun.[7] Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan hancurnya sistem kekebalan tubuh.[29]

Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antarorang dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan seseorang terhadap penyakit dan fungsi imun[8][9][12] perawatan kesehatan dan infeksi lain,[7][29] dan juga faktor yang berhubungan dengan galur virus.[14][30][31] Infeksi oportunistik spesifik yang diderita pasien AIDS juga bergantung pada prevalensi terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

Penyakit paru-paru utama
Foto sinar-X paru-paru pada pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.
Foto sinar-X paru-paru pada pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.

Pneumonia pneumocystis

Pneumonia pneumocystis (awalnya diketahui dengan nama pneumonia Pneumocystis carinii, dan masih disingkat sebagai PCP yang sekarang merupakan singkatan dari Pneumocystis pneumonia) jarang dijumpai pada orang yang sehat dan imunokompeten, tetapi umum dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan profilaksis rutin efektif di negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang yang belum dites, walaupun umumnya tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.[32]

Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi terkait HIV lainnya karena dapat ditularkan ke orang yang imunokompeten melalui rute respirasi, dapat dengan mudah ditangani setelah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, dan dapat dicegah dengan terapi obat. Namun demikian, kekebalan terhadap berbagai obat adalah masalah serius pada penyakit ini. Walaupun insiden penyakit ini telah berkurang akibat penggunaan terapi yang secara langsung diamati dan metode lainnya di negara-negara Barat, tidak demikian yang terjadi di negara berkembang, tempat HIV paling banyak dijumpai. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TB muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada infeksi HIV belakangan, TB sering muncul dengan penyakit ekstrapulmoner (sistemik). Gejala biasanya bersifat konstitusional dan tidak dibatasi pada satu tempat, sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, nodus limfa regional, dan sistem saraf pusat.[33] Selain itu, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat keterlibatan penyakit ekstrapulmoner.

Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada esofagus (tabung berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung). Pada individual yang terinfeksi HIV, hal ini terjadi karena infeksi jamur (kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau sitomegalovirus). Pada kasus yang langka, hal ini dapat disebabkan oleh mikobakteria.[34]

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV terjadi akibat berbagai penyebab, termasuk infeksi bakteri (Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau Escherichia coli) serta parasit yang umum dan infeksi oportunistik tidak umum seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, kolitis kompleks Mycobacterium avium dan sitomegalovirus (CMV). Pada beberapa kasus, diare adalah efek samping beberapa obat yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping infeksi HIV, terutama selama infeksi HIV utama. Diare juga dapat menjadi efek samping antibiotik yang digunakan untuk menangani diare akibat bakteri (umum untuk Clostridium difficile). Pada stadium akhir, diare diduga menunjukkan perubahan cara saluran usus menyerap nutrisi dan mungkin merupakan komponen penting pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[35]

Penyakit saraf utama

Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan toksoplasma ensefalitis, tetapi juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.[36]

Leukoensefalopati multifokal progresif

Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yang merupakan penghancuran sedikit demi sedikit selubung mielin yang menutupi akson sel saraf sehingga merusak penghantaran impuls saraf. Hal ini disebabkan oleh virus yang disebut virus JC yang 70% populasinya terdapat dalam bentuk laten, menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat, biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.[37]

Kompleks demensia AIDS

Kompleks demensia AIDS adalah ensefalopati metabolik yang disebabkan oleh infeksi HIV dan didorong oleh aktivasi imun makrofag dan mikroglia otak yang terinfeksi HIV yang mengeluarkan neurotoksin.[38] Kerusakan neurologis spesifik tampak sebagai ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV dan berhubungan dengan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma. Angka prevalensinya sekitar 10-20% di negara-negara Barat,[39] tetapi hanya 1-2% dari infeksi HIV di India.[40][41] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

Meningitis kriptokokal

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

Kanker yang berhubungan dengan HIV
Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi

Pasien dengan infeksi HIV pada pokoknya meningkatkan insiden beberapa kanker. Hal ini terjadi karena infeksi dengan virus DNA onkogenik, terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) dan papilomavirus manusia (HPV).[42][43]

Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

Limfoma

Limfoma sel B tingkat tinggi seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma), Burkitt's-like lymphoma, diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf pusat primer muncul lebih sering pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali mengakibatkan prognosis yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma ini merupakan tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV) atau KSHV.

Kanker leher rahim

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh papilomavirus manusia (HPV).

Tumor lainnya

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, karsinoma anal, dan karsinoma usus besar. Namun demikian, insiden dari banyak tumor yang umum, seperti kanker payudara atau kanker usus besar tidak meningkat pada pasien terinfeksi HIV. Di daerah tempat HAART banyak digunakan untuk menangani AIDS, insiden berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, tetapi seiring dengan itu kanker secara keseluruhan menjadi penyebab kematian paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[44]

Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan sitomegalovirus. Sitomegalovirus dapat menyebabkan kolitis, seperti yang dijelaskan di atas, dan retinitis sitomegalovirus dapat menyebabkan kebutaan. Penisiliosis yang disebabkan oleh Penicillium marneffei kini adalah infeksi oportunistik ketiga paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[45]

Kemunculan gejala

Media massa melaporkan munculnya gejala spesifik di antara pasien AIDS yang sedang dalam perawatan.

Sarkoma Kaposi pada pasien AIDS

Dokter San Francisco melaporkan Sarkoma Kaposi pada laki-laki homoseksual. Kelima belas pasien tersebut adalah orang yang selamat dari HIV dalam jangka panjang yang infeksi HIV-nya dikendalikan dengan obat antiviral. Tidak satupun pasien tersebut yang tampak berisiko tinggi. Kasus baru tidak agresif, invasif atau mematikan seperti HIV yang tidak dapat dikontrol pada tahun 1980-an. Lesi tidak terlihat, sulit untuk ditangani, dan menimbulkan pertanyaan tentang respons kekebalan pasien HIV yang menua.[46]

Transmisi dan pencegahan
Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[47] Rute paparan Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan
dengan sumber yang terinfeksi
Transfusi darah 9.000[48]
Persalinan 2.500[49]
Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67[50]
Hubungan seks anal reseptif* 50[51][52]
Jarum pada kulit 30[53]
Hubungan seksual reseptif* 10[51][52][54]
Hubungan seks anal insertif* 6,5[51][52]
Hubungan seksual insertif* 5[51][52]
Seks oral reseptif* 1[52]§
Seks oral insertif* 0,5[52]§
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki

Tiga rute utama masuknya HIV adalah hubungan seksual, paparan dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, dan dari ibu ke fetus atau anak selama periode perinatal. Pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, dapat ditemukan HIV, tetapi tidak ada kasus infeksi oleh hal ini, dan risiko infeksi tidak berarti.[55]

Penularan melalui hubungan seksual

Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[56] Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung. Risiko masuknya HIV dari orang yang terinfeksi menuju orang yang belum terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seksual dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[57] Risiko transmisi HIV dari air liur jauh lebih kecil daripada risiko dari air mani. Bertentangan dengan kepercayaan umum, seseorang harus menelan segalon air liur dari individu HIV positif untuk membuat risiko signifikan terinfeksi.[58]

Sekitar 30% wanita di sepuluh negara dari "berbagai kebudayaan, geografi, dan pengaturan pemukiman" melaporkan bahwa pengalaman seksual pertama mereka akibat dipaksa, sehingga kekerasan seksual ialah kunci pandemik HIV/AIDS.[59] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[60]

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[61]

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[61][62] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[63][64] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko transmisi HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.[65] Penggunaan efektif kondom dan penapisan (screening) transfusi darah di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Eropa Tengah dianggap sebagai salah satu penyebab kecilnya jumlah AIDS di daerah-daerah tersebut. Mempromosikan penggunaan kondom terbukti kontroversial dan sulit. Banyak kelompok beragama, terutama Gereja Katolik Roma, menentang penggunaan kondom karena alasan keagamaan dan terkadang melihat promosi kondom sebagai perlawanan terhadap pernikahan, monogami, dan moralitas seksual. Pihak yang mendukung peran Gereja Katolik dalam pencegahan AIDS dan penyakit menular seksual secara umum menyatakan bahwa walaupun Gereja Katolik mungkin melawan penggunaan kontrasepsi, Gereja Katolik juga adalah penentang kuat hubungan di luar nikah.[66] Sikap ini juga ditemukan pada sejumlah penyedia fasilitas kesehatan dan pembuat kebijakan di negara-negara Afrika Sub-Sahara, tempat tingkat HIV dan AIDS yang sangat tinggi.[67] Mereka juga mempercayai bahwa distribusi dan promosi kondom sama saja dengan mempromosikan seks di antara anak muda dan memberikan pesan yang salah kepada orang yang tidak terinfeksi. Namun demikian, tidak ada bukti bahwa promosi kondom meningkatkan tingkat seksualitas,[68] dan program abstinence-only (hanya berpantang berhubungan badan dan tidak menggunakan kondom) tidak berhasil di Amerika Serikat dalam mengubah perilaku seksual dan mengurangi transmisi HIV.[69] Evaluasi sejumlah program abstinence-only di Amerika Serikat menunjukkan dampak negatif terhadap kebersediaan kaum muda untuk menggunakan konstrasepsi akibat penekanan mengenai kegagalan kontrasepsi.[70] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[71] Kondom lateks dapat rusak dan berlubang setelah jangka waktu tertentu, sehingga kondom semacam ini memiliki tanggal kadaluwarsa. Di Eropa dan Amerika Serikat, kondom harus memenuhi standar EC 600 (Eropa) atau D3492 (A.S.) agar diakui dapat melindungi dari transmisi HIV.

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.[72]

Dengan penggunaan kondom yang konsisten dan benar, risiko infeksi HIV sangatlah kecil. Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi di bawah 1% per tahun.[73]

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual:

Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth (berpantang atau menunda kegiatan seksual, terutama bagi remaja),
Being faithful, especially for those in committed relationships (setia pada pasangan, terutama bagi orang yang sudah memiliki pasangan),
Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko).

Ada pula rumusan pendekatan ABC ini dalam bahasa Indonesia:[74]

Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.

Pendekatan ini sangat berhasil di Uganda, yang prevalensi HIV-nya berkurang dari 15% menjadi 5%. Namun demikian, sesungguhnya banyak hal lain yang telah dilakukan di Uganda selain pendekatan tersebut. Edward Green, seorang ahli antropologi medis Harvard, mengatakan, "Uganda telah melopori pendekatan untuk mengurangi stigma, menggiatkan diskusi mengenai perilaku seksual, mengikutsertakan orang yang terinfeksi HIV dalam penyuluhan, membujuk individu dan pasangan untuk diuji HIV dan diberi bimbingan konseling, meningkatkan status perempuan, mengikutsertakan organisasi keagamaan, melibatkan praktisi pengobatan tradisional, dan masih banyak lagi." Namun demikian, banyak yang mengkritik pendekatan ABC karena individu yang setia namun pasangannya tidak setia berisiko terkena HIV, sementara diskriminasi terhadap perempuan sangatlah besar dan perempuan tidak dapat bersuara dalam hampir setiap sektor kehidupan mereka.[75] Program lainnya lebih mempromosikan penggunaan kondom. Misalnya, kondom merupakan bagian utama pada Pendekatan CNN:

Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko),
Needles, use clean ones (jarum, gunakan jarum yang bersih),
Negotiating skills; negotiating safer sex with a partner and empowering women to make smart choices (kemampuan negosiasi; menegosiasikan seks yang lebih aman dengan pasangan dan memberdayakan perempuan agar dapat memilih dengan bijak).

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan bahwa pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapan pendekatan itu akan harus berhadapan dengan sejumlah isu terkait kepraktisan, kebudayaan, dan perilaku. Beberapa ahli khawatir bahwa kurangnya persepsi akan kerentanan HIV pada laki-laki bersunat dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga malah mengurangi dampak usaha pencegahan ini.[76] Selain itu, ahli kesehatan Afrika Selatan khawatir bahwa penggunaan kembali pisau tidak steril pada ritual sunat laki-laki dapat menyebarkan HIV.[77]

Paparan dengan cairan tubuh yang terinfeksi
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.

Rute transmisi ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali syringe yang mengandung darah yang terkontaminasi dengan HIV tidak hanya merupakan risiko utama infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.[78] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[79] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah transmisi HIV melalui fasilitas kesehatan.[80]

Risiko transmisi HIV pada resipien transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[81]

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk syringe, bola kapas, sendok, air untuk mengencerkan obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

Transmisi ibu ke anak

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi in utero selama minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat transmisi antara ibu dan anak selama kehamilan dan persalinan sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretroviral dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat transmisi hanya sebesar 1%.[49] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko transmisi sebesar 10-15%. Risiko ini bergantung pada faktor klinis dan dapat bervariasi menurut pola dan lama menyusui.

Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretroviral, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang transmisi HIV dari ibu ke anak.[82] Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5] Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui transmisi ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[83] Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.[5]

Strategi pencegahan dikenal dengan baik di negara maju. Namun demikian, penelitian perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara belakangan ini menunjukkan bahwa minoritas banyak anak muda terus melakukan kegiatan berisiko tinggi dan meskipun mengetahui tentang HIV/AIDS, anak muda meremehkan risiko terinfeksi HIV.[84] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.

Penanganan

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretroviral secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[78] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.[85]

Penanganan untuk infeksi HIV terdiri dari terapi antiretroviral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy), HAART.[86] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak diperkenalkan pada tahun 1996 setelah ditemukannya HAART yang menggunakan inhibitor protease.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini mencakup kombinasi dari paling sedikit tiga obat yang berasal dari paling sedikit dua jenis, atau "kelas" agen anti-retroviral. Kombinasi yang umum digunakan terdiri dari dua nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) ditambah dengan protease inhibitor atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV pada anak-anak lebih deras daripada pada orang dewasa, parameter laboratorium sedikit prediktif tentang jalannya penyakit, terutama untuk anak muda, rekomendasi perawatan lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[87] Di negara-negara berkembang tempat HAART ada, dokter mengakses beban virus, kecepatan pada berkurangnya CD4 dan kesiapan pasien sementara memilih ketika untuk merekomendasikan perawatan segera.[88]

HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan viremia pasien, tetapi tidak menyembuhkan pasien dari HIV atau meredakan gejala, dan HIV-1 kelas tinggi dapat melawan HAART, kembali setelah perawatan berhenti.[89][90] Lebih lagi, akan mengambil lebih banyak waktu kehidupan individual untuk membersihkan infeksi HIV menggunakan HAART.[91] Banyak individu terinfeksi HIV yang mendapatkan pengalaman perbaikan hebatt pada kesehatan dan kualitas hidup mereka, yang menyebabkan adanya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV.[92][93][94] Tanpa adanya HAART, infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar sembilan sampai sepuluh tahun dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS hanya 9.2 bulan.[7] HAART meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun.[95][96] Hal ini berasal dari fakta beberapa pasien dan di banyak kelompok klonikal, mungkin lebih dari lima puluh persen pasien. HAART menerika jauh sedikit daripada hasil yang optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti efek samping/pengobatan tidak ditolerir, teori antiretroviral lebih dahulu tidak efektif dan infeksi dengan HIV yang melawan obat, namun, tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan terapi antiretroviral adalah alasan utama kebanyakan individual gagal untuk mendapat keuntungan dari perkembangan perlawanan terhadap HAART.[97] Alasan tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan HAART bervariasi dan saling melengkapi. Isu utama psikososial, seperti akses yang kurang terhadap fasilitas kesehatan, dukungan sosial yang tidak mencukupi, penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat mengkontribusi pada tidak-taat. Kerumitan aturan HAART, apakah karena jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan atau isu lainnya bersama dengan efek sampil yang membuat tidak-taat sengaja juga memiliki dampak berat.[98][99][100] Efek samping termasuk lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, meningkatkan risiko sistem kardiovaskular dan kelainan bawaan.[101][102]

Multivitamin harian dan suplemen mineral ditemukan dapat mengurangi alur penyakit HIV pada laki-laki dan wanita. Hal ini dapat menjadi intervensi "berharga-rendah" yang tersedia selama awal penyakit HIV untuk memperpanjang waktu sebelum terapi antiretroviral didapat.[103] Beberapa bahab gizi individual juga telah dicoba.[104][105] Obat anti-retroviral mahal, dan mayoritas individual yang terinfeksi tidak memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS.[106] Hanya vaksin yang dapat menahan pandemik karena vaksin akan berharga lebih sedikit, demikian negara-negara berkembang mampu dan tidak membutuhkan perawatan harian,[106] namun, setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap menjadi target vaksin yang sulit.[106]

Penelitian untuk membuktikan perawatan termasuk pengurangan efek samping obat, jauh menyerderhanakan aturan obat untuk membuktikan kesetiaan, dan membuktikan rentetan terbaik aturan untuk mengatur perlawanan obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ukuran untuk mencegah infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi dengan virus ini dan dalam risiko terinfeksi.[107] Pasien dengan penindasan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan menerima terapi propilaktik untuk Pneumonia pneumosistis, dan banyak pasien mendapat manfaat dari terapi propilaktik untuk toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis.[85]

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah aliran penyakit.[108] Pada dekade awal epidemik ketika tidak ada penanganan berguna yang ada, jumlah besar orang dengan AIDS dicoba dengan terapi alternatif. Definisi "terapi alternatif" pada AIDS telah berubah sejak waktu itu, lalu, frase itu sering merujuk pada penanganan komunitas, belum dicoba oleh pemerintah atau penelitian perusahaan farmasi, dan beberapa berharap akan secara langsung menekan virus atau menstimulir sistem imun melawannya. Contoh obat alternatif yang diharapkan dapat mengurangi gejala atau menambah kualitas hidup termasuk urut, manajemen stres, obat jamu dan bunga seperti boxwood,[109][110] dan akupunktur.[108] Ketika menggunakan penanganan biasa, banyak yang merujuk kepadanya sebagai penanganan "saling melengkapi". Meskipun penyebaran penggunaan obat saling melengkapi dan alternatif oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS, belum ada hasil efektif dari terapi-terapi ini.[111]

Epidemiologi
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005. ██ 15–50% ██ 5–15% ██ 1–5% ██ 0.5–1.0% ██ 0.1–0.5% ██ <0.1% ██ tidak ada data
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
██ 15–50% ██ 5–15% ██ 1–5% ██ 0.5–1.0% ██ 0.1–0.5% ██ <0.1% ██ tidak ada data

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretroviral bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.[5]

Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]

Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[112] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[113]

Evaluasi terbaru dari Departemen Evaluasi Operasi Bank Dunia menetapkan keefektifan bantuan bank Dunia pada tingkat-negara HIV/AIDS, didefinisikan sebagai dialog kebijakan, hasil analitik, dan peminjaman, dengan obyektif eksplisit mengurangi dampak epidemik AIDS.[114] Ini adalah evaluasi luas pertama dukungan Bank Dunia kepada negara-negara untuk melawan HIV/AIDS, dari awal epidemik melalui pertengahan-2004. Dengan bantuan Bank Dunia untuk implementasi program pemerintah oleh pemerintah, bantuan Bank Dunia menyediakan pengertian penting pada bagaimana program nasional AIDS dapat dibuat lebih efektif.

Perkembangan HAART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS pada pokoknya mengurangi kematian dari penyakit ini di daerah yang secara luas ada. HAART telah membuat kesalahan tanggapan bahwa penyakit AIDS telah pergi jauh, faktanya, harapan hidup orang dengan AIDS meningkat di negara-negara tempat HAART secara luas digunakan, jumlah orang yang hidup dengan AIDS telah meningkat. Di Amerika Serikat, jumlah orang dengan AIDS meningkat dari sekitar 35.000 tahun 1988 menjadi lebih dari 220.000 pada tahun 1996.

Di Afrika, jumlah transmisi ibu ke anak dan meratanya AIDS adalah awal untuk membalikan dekade pergerakan kuat dalam keselamatan anak. Negara seperti Uganda berusaha untuk menurunkan epidemik transmisi ibu ke anak dengan menawarkan VCT (tes dan anjuran sukarela), PMTCT (pencegahan transmisi ibu ke anak) dan fasilitas ANC (fasilitas ante-natal), yang termasuk distribusi terapi antiretroviral.

Dampak ekonomi
Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika. Botswana Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika. Botswana Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi. UNAIDS memprediksi akibat untuk Afrika Sub Sahara tahun 2025. Jarak tersebut dari masa stabil dan pada akhirnya berkurang dalam kematian dimulai sekitar tahun 2012 merupakan bencana besar perkembangan pada jumlah kematian dengan potensi 90 juta kasus infeksi.[5]

Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang tua.

Mortalitas yang meningkat di daerah ini akan menyebabkan populasi kecil yang tidak memiliki keterampilan dan pekerja.[115] Pekerja yang lebih sedikit akan didominasi anak muda, yang mengurangi pengetahuan dan pengalaman kerja yang menyebabkan berkurangnya produktivitas . Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme yang menggenerasikan kapital manusia dan investasi, dengan kehilangan pendapatan dan meninggalnya orang tua.[115] Dengan membunuh banyak dewasa muda, AIDS melemahkan populasi yang dapat membayar pajak, mengurangi dana untuk publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk yang tidak berhubungan dengan AIDS menyebabkan tekanan untuk keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hasil dari pertumbuhan yang lambat menyebabkan menguatkan pengeluaran yang berkembang untuk menangani orang yang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), pembayaran sakit dan merawat anak yatim piatu AIDS. Hal ini terutama benar jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa, tanggung jawab dan penyalahan dari keluarga terhadap pemerintah untuk menangani anak yatim piatu.

Pada rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Pengaruh pendapatan menyebabkan pengurangan pengeluaran dan juga efek penggantian dari pendidikan dan menuju kesehatan dan pengeluaran penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan dua kali lebih banyak pada perawatan medis daripada rumah tangga lainnya.

UNAIDS, WHO dan United Nations Development Programme mendokumentasikan sebuah hubungan antara menurunnya harapan hidup dan menurunnya produk domestik bruto di banyak negara-negara Afrika dengan rata-rata 10% atau lebih. Sunguh-sunguh, sejak tahun 1992, prediksi bahwa AIDS akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ini telah dipublikasikan. Dampak tergantung dari asumsi tentang luasnya untuk didanai oleh tabungan dan orang yang akan terinfeksi.[116] Kesimpulan dicapai dari model pertumbuhan 30 ekonomi Sub Sahara selama periode 1990-2025, rata pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan menurun antara 0.56 dan 1.47%. Dampak pada produk domestik bruto per kapita sedikit meyakinkan, namun, pada tahun 2000, rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto per kapiat Afrika menurun 0.7% tiap tahun dari tahun 1990-1997 dengan 0.3% lebih jauh menurun per tahun di negara yang juga terkena malaria.[117] Ramalan kini adalah pertumbuhan produk domestik bruto untuk negara tersebut akan mengalami penurunan lebih jauh diantara 0.5 dan 2.6% per tahun,[115] namun, perkiraan ini dapat diremehkan karena tidak terlihat pada pengaruh hasil produksi per kapita.[118]

Banyak pemerintah di Afrika Sub Sahara menolak bahwa terdapat masalah untuk setahun, dan mulai bekerja menuju solusi. Pendanaan adalah masalah di daerah pencegahan HIV ketika dibandingkan pada perkiraan konservatif masalah .

Perlengkapan HIV/AIDS resmi pertama di dunia diluncurkan di Zimbabwe pada tanggal 3 Oktober 2006 adalah produk hasil kolaboratif antara Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, World Health Organization dan Layanan Penebaran Informasi HIV/AIDS Afrika Selatan. Hal ini untuk memperkuat orang hidup dengan HIV/AIDS dan dukungan luar minimal suster. Paket yang berisi bentuk delapan modul memfokuskan fakta tentang HIV dan AIDS, sebelumnya dites di Zimbabwe pada bulan Maret tahun 2006 untuk menentukan penyesuaian. Peralatan ini mengatur beberapa hal lain, panduan yang dikategorikan pada manajemen klinik, pendidikan dan anjuran untuk korban AIDS.[119]

Konsensus Kopenhagen adalah proyek yang mencoba untuk mendirikan prioritas untuk perkembangan kesejahteraan global menggunakan metodologi berdasarkan teori ekonomi kesejahteraan. Seluruh pesertanya adalah ahli ekonomi, dengan fokus pada proyek menjadi prioritisasi rasional berdasarkan analisis ekonomi. Proyek ini berdasarkan anggapan bahwa dalam dendam milyaran dolar yang dihabiskan untuk tantangan global oleh Perserikatan Bangsa Bangsa, pemerintah negara kaya, lembaga, amal, dan organisasi-organisasi bukan milik pemerintah, uang dihabiskan pada masalah seperti kekurangan gizi dan perubahan iklim tidak cukup untuk mencapai banyak target yang disetujui secara internasional. Prioritas tertinggi menentukan untuk mengimplementasikan ukuran baru untuk mencegah penyebaran HIV dan AIDS. The Economist memperkirakan bahwa investasi $27 milyar dapat mencegah hampir 30 juta infeksi baru pada tahun 2010.

Stigma
Tanda peringatan AIDS di Kota Ho Chi Minh, Vietnam (Agustus 2005).
Tanda peringatan AIDS di Kota Ho Chi Minh, Vietnam (Agustus 2005).

Stigma AIDS ada di dunia dalam berbagai cara, termasuk pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran orang yang terinfeksi HIV. Diwajibkan uji coba HIV tanpa lebih dahulu persetujuan atau perlindungan kekerasan atas individual atau orang yang terinfeksi HIV yang diketahui terinfeksi dengan HIV, dan mengkarantinakan orang yang terinfeksi HIV.[120] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan mencegah banyak orang melakukan tes HIV, kembali untuk hasil mereka, atau menjaga perawatan, kemungkinan berbalik apa dapat mengendalikan sakit kronik menjadi kalimat kematian dan mengabadikan penyebaran HIV.[121]

Stigma AIDS lebih jauh terbagi menjadi tiga kategori:

1. Stigma instrumental AIDS - refleksi ketakutan dan keprihatinan yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan dapat ditransmisikan.[122]
2. Stigma simbolis AIDS - penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap melalui grup sosial atau gaya hidup diketahui berhubungan dengan penyakit.[122]
3. Stigma kesopanan AIDS - stigmatisasi orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[123]

Sering, stigma AIDS diekspresikan dengan satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, persetubuhan dengan siapa saja dan penggunaan narkoba.

Di banyak negara berkembang, terdapat hubungan antara AIDS dan homoseksualitas atau biseksualitas, dan hubungan ini berhubungan dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi seperti sifat anti homoseksual.[124] Terdapat hubungan yang diketahui antara AIDS dengan semua sifat seksual laki-laki, termasuk seks antara laki-laki yang belum terinfeksi.[122]

Mereka kebanyakan memiliki pengertian yang salah tentang transmisi HIV dan untuk mempunyai stigma HIV/AIDS adalah orang yang sedikit pendidikannya dan orang dengan tingkat religius atau ideologi politik yang tinggi.[122][124][125]

Lihat Stigma dan HIV-AIDS, penilaian literatur untuk penjelasan lebih lengkap tentang topik ini[126]

Asal mula HIV

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.[127]

Tiga dari infeksi HIV awal yang diketahui adalah:

1. Sampel plasma diambil tahun 1959 dari laki-laki dewasa yang tinggal di Kinshasa, kini merupakan bagian dari Republik Demokratik Kongo.[128]
2. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari "Robert R.", remaja Afrika-Amerika berusia 15 tahun yang meninggal di St. Louis tahun 1969.[129]
3. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari Arvid Noe, pelaut Norwegia yang meninggal sekitar tahun 1976.[130]

Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.[131] Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[132] HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Banyak ahli percaya bahwa HIV masuk kedalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[133] Teori yang lebih kontroversial yang diketahui dengan nama hipotesis OPV AIDS mengusulkan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia oleh penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.[134][135] Menurut komunitas ilmu pengetahuan, skenario ini tidak didukung oleh bukti yang ada.[136][137][138]

Hipotesis alternatif

Beberapa ilmuwan dan aktivis mempertanyakan hubungan antara HIV dan AIDS,[139] adanya HIV,[140] atau kebenaran percobaan dan metode perawatan. Klaim ini diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmu pengetahuan,[141] walaupun memiliki pengaruh politik, terutama di Afrika Selatan, dan penerimaan pemerintah tentang AIDS disalahkan untuk respon yang tidak efektif bahwa negara itu epidemik terhadap AIDS.[142][143][144]

Kesalahpahaman HIV dan AIDS

Beberapa kesalahpahaman telah terjadi tentang HIV/AIDS. Terdapat tiga kesalahpahaman yang paling umum terjadi, yaitu AIDS dapat menyebar melalui kontak sehari-hari, hubungan seksual dengan perawan akan menyembuhkan AIDS, dan HIV hanya dapat menginfeksi laki-laki homoseksual dan pemakai narkoba. Kesalahpahaman lainnya adalah bahwa seks anal antara laki-laki homoseksual dapat menyebabkan infeksi AIDS, dan membuka diskusi homoseksualitas dan HIV di sekolah menyebabkan meningkatnya homoseksual dan AIDS.[145]